Minggu, 30 Mei 2010

Apakah Cinta?

Pada hakikatnya kita hidup didunia adalah diajarkan untuk romantis atau menyeimbangkan. Kadar keberadaannya begitu sangat menjadikan kita terbingung dan bertanya. Kadang hal ini jadikan alasan ataupun dijadikan hal untuk menguasai keadaan.

Cinta datangnya memang sulit sekali diterka datangnya, bahkan kita saja kadang terbingung dalam keberadaannya. Jangan salah karena kadang itu dekat sekali dengan hawa nafsu. Dimana kita bisa dibutakan olehnya.

Menyikapi daripada ini lihat kenapa kalau cinta ada amarah dan kegetiran. Adanya kan suatu nilai keiklasan dalam penerapan. Jangan pungkiri atau bohongi diri sendiri seperti benci bilang cinta. Dimana utasnya kita selalu jadi hal yang mendudukan cinta pada hal nomor satu.

Cinta kita sebenarnya adalah kepada diri sendiri dimana kita mencari bahagia. Janganlah memaksakan suatu adanya asmara kepada yang lain. Tapi juga jangan memainkan adanya cinta itu sendiri. Karena kadang hal ini dilakukan terpaksa atau sebuah ambisi lain untuk dijadikan perjuangan yang salah.

Lihatlah sosok Ibu dimana dialah gambaran cinta sesungguhnya. Dimana dia tulus dan iklas menjadikan kita pacu dan motivasi untuk berjuang. Seakan dia hanya mau membahagiakan kita, kadang ia sampai lupa dengan adanya. Dari situlah tengoklah hal seperti itu.

Lalu bagaimanakah kita tahu adanya cinta dari pandangannya?
Lihat ini ada ciri yang didapatkan:
1. Didalam keadaannya kau selalu ingin lihat senyumannya.
2. Dalam melihat kesedihan dia, kau selalu terdorong untuk menemani.
3. Kadang kau malu bila diadanya.
4. Kau selalu berdesir rindu. Tapi ingat bila ada mimpi ditidurmu pasti bukan cinta tapi terikat molek aduhai dia.
5. Diadanya selalu berpikir positif atau selalu sejalan.
6. Selalu pandang dia sebagai pacu motivasi.
7. Datangkan kegelisahan.

Dari adanya cinta kadang kita juga lupa atau loyal diadanya. Seakan dimana kita patah hati jadi alasan dendam ataupun keputus asaan. Dari nyatanya kita tengok untuk apakah itu cinta? Cinta sebenarnya adalah terapi untuk tautan jiwa hati agar kita menyelaraskan pada kaidah manusia sebagai makluk yang melajurkan warisan.

Dari ini saja kadang orang jadi menyampingkan urusan, dimana lupa dari kebutuhan sendiri. Dimana kadang Tuhan dan orang tua dianggap nomor belakang. Kita ikuti hanya agar bisa bersanding. Apakah itu , apakah seperti di novel Romeo Juliet, di film Tetanic. Sungguh nafsu kalau seperti itu.

"Cinta desiran perlahan tetapi bisa jerumuskan pada kesengsaraan. Maka lajurlah di cinta diri maka akan mengenal arti untuk semua".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar